KI SAMIDI MANGUNSARKORO, Sang Pengantar Guru Nasional

 Oleh Danang PG
Ki Sarmidi Mangunsarkoro lahir 23 Mei 1904 di Surakarta. Beliau dibesarkan di lingkungan keluarga pegawai Keraton Surakarta. Pengabdian Ki Sarmidi Mangunsarkoro kepada masyarakat diawali setelah beliau lulus dari Sekolah Guru “Arjuna” Jakarta, langsung diangkat menjadi guru HIS Taman Siswa Yogyakarta. Kemudian pada tahun 1929 Ki Sarmidi Mangunsarkoro diangkat menjadi Kepala Sekolah HIS Budi Utomo Jakarta.

TJIPTO MANGOENKOESOEMO, Menggugat Penguasa Surakarta

Oleh Iswara N. Raditya

Tjipto Mangoenkoesoemo menggugat penguasa Surakarta. Serangan pertama Tjipto dilancarkan lewat Panggoegah, media berbahasa Jawa yang dipimpinnya.
Pada edisi 9 Juni 1919, Tjipto mengatakan, masyarakat sangat terbebani oleh kewajiban memelihara dua kraton, Kasunanan dan Mangkunegaran. Tjipto lantas mengusulkan supaya Sunan, juga Mangkunegara, dipensiun saja dan diberi gaji bulanan 2000 gulden.

Masjid Kudus, Simbol Toleransi Sejati


Oleh Deni Adam Malik
Memasuki makam yang satu ini, peziarah akan melihat sebuah bangunan megah mirip candi yang tersusun dari bata merah. Bangunan bergaya Hindu itu bukanlah candi, melainkan masjid. Bagian atasnya seperti terpenggal lalu diberi atap bersusun dengan kubah masjid bergaya India. Di sekitarnya, ada peninggalan lain yang merupakan ciri khas kerajaan besar di Jawa (Majapahit)

Seni di Sampul Buku

 
Oleh Rhoma Dwi Aria Yuliantri
"Adalah bentuk yang merubah materi menjadi isi. Isi bukanlah titik tolak dari pembuatan sebuah buku, tetapi titik akhirnya. Bentuk bukanlah jubah bagi isi, tetapi tulang punggung atau kerangkanya” (Best Dutch Book Desain). Falsafah inilah yang menjadi salah satu tesis dewan juri Best Dutch Book Desain (Desain Buku Belanda Terbaik).

Batu, Seragam, dan Kekuasaan

 Oleh Rhoma Dwi Aria Yuliantri
  • Judul Buku: Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer 
  • Penulis: Katrine E. McGregor 
  • Penerbit: Syarikat, 2008 
  • Tebal: 459+xxvii Halaman 

Presiden Soekarno pernah bilang bahwa, “Di tengah-tengah (lapangan) harus dibangun sebuah monumen kemerdekaan Indonesia, dan ia harus terlihat dari jarak seratus kilometer.” Para seniman pun sibuk. Para oposan Soekarno banyak memprotes pembangunan proyek-proyek raksasa itu di tengah ekonomi yang tak sehat.
Merespon kecemasan banyak orang dengan ide membangun yang besar-besar itu, Henk Ngantung, seniman kenamaan, mengucap sepotong kalimat: “Beras perlu, tetapi batu pun bernilai.” Di tengah kontroversi tersebut diadakan sayembara desain monumen yang bakal dibangun.

Peristiwa Kecil dan Nasionalisme

 
JUDUL >Engineers of Happy Land | PENULIS > Rudolf Mrazek| PENERBIT > Yayasan Obor Indonesia |  TAHUN TERBIT > 2006 | JUMLAH HALAMAN > 441+xix

Tahukah anda bahwa De Stille Kracht pernah menjadi salah satu bacaan paling luas di Hindia Belanda?
atau bagaimana peralatan listrik seperti pemasak susu, setrika, panci-panci, kotak pendingin digunakan oleh pembantu-pembantu pribumi ?

BANYUWANGI DAN DENDAM SEJARAH

1. Kejadian pembunuhan massal di Banyuwangi dan wilayah-wilayah lain terdiri atas empat (4 lapis).

Pertama, dilakukan oleh suatu jaringan subversif dengan skenario dan target tertentu, dikerjakan secara canggih dan sistematis.

Kedua, suatu kelompok lain membonceng melakukan pembunuhan untuk turut mengail di air keruh.
------------------------------------------------------------------------

Search

Powered by Blogger